Sebenarnya mempunyai seorang anak yang bisu saja sudah bikin pusing, apalagi guru Kuan yang memiliki tiga putri yang bisu semua. Masalah ini telah membuat mereka suami-istri patah semangat, hati kosong dan tidak mempunyai arah hidup yang pasti.
Kehidupan seperti ini memang sangat menderita, sehingga wajah mereka nampak lebih tua daripada umur aslinya. Saat itu juga mereka menyadari bahwa pengetahuan, kekayaan belum tentu dapat memberikan manusia sebuah kebahagiaan. Dan hidup yang penuh dengan tekanan batin ini membuat mereka semakin takut, sedih serta menderita.
Pepatah berkata, dimasa muda kita berbicara tentang pengetahuan, saat usia setengah baya membicarakan masalah nasib dan kalau sudah tua baru membahas tentang agama dan kepercayaan. Guru Kuan suami-istri sudah mulai memasuki masa tua, sehingga mereka mulai berminat mempelajari tentang nasib dan agama. Pernah sekali di saat kebaktian agama, seorang biksu berceramah tentang hukum sebab akibat (hukum karma). Beliau berkata, "Kita semua harus bertanggung jawab atas perbuatan baik serta buruk masing-masing, setiap manusia bisa menentukan nasibnya sendiri. Hukum Karma mengatur bahwa jika kita melakukan perbuatan jahat, maka akan mendapatkan penderitaan!" Saat itu mereka menyadari mengapa bisa melahirkan tiga putri yang bisu, ini semua adalah bukti hukum karmanya, sehingga mereka merasa bersalah dan bertobat atas semua perbuatannya.
25 tahun yang lalu, guru Kuan suami-istri yang sama-sama berumur 30 tahun menikah.
Setelah menikah dua bulan, sang istri berkata bahwa dia sudah hamil, guru Kuan sangat gembira mendengar berita ini. Di saat hari libur guru Kuan sering mengendarai mobil mewahnya, menemani sang istri jalan-jalan ke pantai atau tempat lain untuk melihat pemandangan yang indah, ada kalanya 2 atau 3 hari baru pulang ke rumah. Guru-guru di sekolah selalu memuji mereka suami-istri ibarat sepasang dewa-dewi yang berkelana.
Pernah suatu kali mereka bertamasya ke Thailand bagian utara . Mobil diparkir di halaman vihara, baru saja membuka pintu mobil, datanglah segerombolan anak jalanan mengemis uang. Guru Kuan paling benci anak jalanan yang meminta uang, selain dirinya sendiri tidak mau beramal, dia juga bilang kepada orang lain untuk tidak memberi uang kepada anak jalanan. Kalau tidak, anak jalanan itu akan mempunyai kebiasaan buruk, tidak mau mencari pekerjaan tetap, hanya bisa mengemis saja, sehingga merugikan negara dan masyarakat. Setelah berkata demikian, gerombolan anak jalanan itupun bubar.
Beberapa waktu kemudian setelah berbelanja sedikit barang, guru Kuan suami-istri kembali ke mobil dan menemukan mobil mewahnya sudah tergores dari depan hingga belakang. Melihat ini, dia langsung naik darah, matanya memandang di sekitarnya, hatinya berpikir ini pasti perbuatan anak jalanan tadi. Kebetulan tidak jauh dari mobilnya, tepatnya di bawah pohon mangga, ada 4 atau 5 anak berusia belasan tahun yang berkumpul disana sambil bermain uang logam. Guru Kuan kemudian menghampiri kesana dan tanpa tanya yang lebih jelas langsung menampar mereka. Pipi anak-anak jalanan itu ditampar hingga merah dan bengkak, namun tidak ada yang mengaku. Guru Kuan mengancam akan menangkap mereka semua dan diserahkan ke kantor polisi, kalau masih tidak mau mengaku.
Melihat kemarahan guru Kuan, ada seorang anak yang umurnya lebih besar langsung menunjuk kearah seorang anak jalanan lainnya yang berbaju biru, seraya berkata, "Itu semua adalah perbuatannya". Guru Kuan langsung menarik anak itu ke depan mobilnya. Saat itu, anak jalanan yang lainnya menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri.
Guru Kuan menampar kedua pipi anak itu dan bertanya mengapa dia menggores mobilnya? Setelah setengah harian bertanya, baru tahu ternyata anak jalanan itu bisu, dia hanya bisa menggunakan bahasa tangan, dimatanya memancarkan rasa ketakutan dan meminta belas kasihan. Guru Kuan tidak mengerti bahasa tangan yang diperagakan oleh anak bisu tersebut, sehingga dia sendiri berkesimpulan bahwa anak ini pasti merasa dendam kepadanya karena tadi tidak diberi uang. Maka dia mengangkat kaki kanannya dan menendang dada anak jalanan yang bisu tersebut.
Tendangan keras yang datang tiba-tiba ini, menyebabkan anak bisu itu memuntahkan darah segar dan sempoyongan, beberapa orang yang melihat ini langsung menarik guru Kuan dan membawa pergi anak bisu itu. Saat hendak pergi, anak bisu itu memalingkan kepalanya dan melihat guru Kuan dengan pandangan mata yang penuh perasaan benci serta dendam.
Terakhir terdengar berita bahwa anak jalanan bisu yang difitnah guru Kuan itu menderita sakit selama beberapa tahun dan akhirnya menjadi lumpuh.
Di akhir tahun, istri guru Kuan melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat cantik, namun di usia dua tahun belum juga bisa berbicara. Tak lama kemudian putri kedua pun lahir, namun di usia 3 tahun juga belum bisa berbicara. Dan akhirnya lahir putri ketiga, begitu keluar dari rahim sang ibu langsung dibawa ke dokter untuk diperiksa rongga mulut dan lidahnya, apakah akan bernasib sama dengan kedua kakaknya itu. Setelah diperiksa, ternyata juga seorang putri yang bisu. Sang istri merasa tidak enak hati, lalu menyuruh dokter melakukan steril terhadap rahimnya agar dia tidak bisa melahirkan lagi, takut nantinya anak Ke 4 dan ke 5 akan bisu juga.
Setiap kali guru Kuan melihat ke 3 putrinya yang bisu itu pasti teringat akan perbuatannya dulu di vihara. Bagaimana dia menendang anak jalanan bisu itu hingga menyemburkan darah segar, serta teringat pandangan mata yang penuh dengan kebencian itu. Sekarang dia harus mengakui bahwa ini semua adalah akibat perbuatan sendiri, di alam semesta ini Tuhan telah menciptakan hukum karma yang mengatur tentang kebajikan dan kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar